Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Guru Sebagai Penggerak Literasi di Sekolah

smkn1-sukanagara.blogspot.com
 Dengan penyempurnaan kurikulum 2013, guru sebagai pembelajar harus dapat mengejawantahkan segala potensi yang dimilikinya untuk senantiasa belajar dan terus belajar. Bagaimana secara cerdas guru dapat mengakses, memahami dan menggunakan berbagai informasi yang berkaitan dengan profesinya sebagai guru dan perkembangan peserta didik secara kekinian.

Diberlakukannya kurikulum 2013 “edisi revisi”, untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah pada tahun pelajaran 2016-2017, ternyata disertai dengan terbitnya Permendikbud nomor 21 tahun 2015 tentang pengembangan budi pekerti melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen dan seluruh warga sekolah. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya diantaranya berupa pembiasaan membaca perserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran dilaksanakan (guru dan peserta didik membaca buku dengan nyaring atau dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). GLS ini sudah disosialisasikan dan seharusnya sudah dapat diterapkan oleh sekolah di seluruh Indonesia.
GLS diluncurkan, salah satunya, untuk menjawab kualitas kemampuan membaca peserta didik yang rendah berdasarkan hasil Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) dan Programme for Interntional Student Assesment (PISA). Selain itu, utamanya untuk menginternalisasikan nilai-nilai budi pekerti yaitu melalui isi teks yang dibaca perserta didik.
Secara umum GLS bertujuan untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam gerakan literasi sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Secara khusus GLS bertujuan untuk 1) menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di sekolah 2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekola agar literat 3) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan 4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menhadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.
Program GLS ini perlu diapresiasi serta direalisasikan segera oleh seluruh elemen dan warga sekolah. Sekolah dapat menerapkan GLS ini, melalui bebarapa tahapan kegiatan yaitu tahap pembiasaaan, pengembangan dan pembelajaran.
Tahap pembiasaan dapat dilakukan melalui kegiatan membagun ekosistem literasi sekolah dengan fokus pada lingkungan fisik (Tersedia perpustakaan, area baca, sudut buku kelas, meteri bacaan, akses internet 24 jam dsb). Juga melalui program 15 menit membaca  setiap hari sebelum jam pelajaran, membaca nyaring (read aloud), membaca dalam hati (sustained silent reading) dan peta cerita (story mapping).
Tahap pengembangan dapat dilakukan jika tahap pembiasaan telah dilalui. Berupa pengembangan ekosistem literasi sekolah yang mencakup lingkungan fisik, sosial afektif dan akademik. Kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai, ditingkatkan dengan menambah 2 jam pelajaran untuk melakukan kegiatan membaca di perpustakaan sekolah.
Tahap pembelajaran merupakan tahap akhir dari GLS. Dimana sekolah berupaya melaksanakan berbagai strategi pemahaman teks dalam semua mata pelajaran dan menggunakan beragam teks (cetak, visual, auditori) diluar buku teks pelajaran sebagai sumber pembelajaran untuk memperkaya pengetahuan.
Setelah tahap-tahapan ini dilaksanakan, sampailah pada pemaknaan literasi yang sesungghuhnya dalam konteks GLS, yaitu kemampuan dalam mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara cerdas. Dalam konteks keguruan, seorang guru dituntut untuk menjadi teladan gerakan literasi di sekolahnya. Sehingga guru mampu mengakses, memahami dan menggunakan informasi secara cerdas.
Dengan penyempurnaan kurikulum 2013, guru sebagai pembelajar harus dapat mengejawantahkan segala potensi yang dimilikinya untuk senantiasa belajar dan terus belajar. Bagaimana secara cerdas guru dapat mengakses, memahami dan menggunakan berbagai informasi yang berkaitan dengan profesinya sebagai guru dan perkembangan peserta didik secara kekinian.

Pada akhirnya guru dapat menjadi teladan bagi peserta didik dan pelopor penggerak utama dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang literat.(rie/)***

Posting Komentar untuk "Guru Sebagai Penggerak Literasi di Sekolah"