Guru Sebagai Penggerak Literasi di Sekolah
Dengan penyempurnaan kurikulum 2013, guru sebagai
pembelajar harus dapat mengejawantahkan segala potensi yang dimilikinya untuk
senantiasa belajar dan terus belajar. Bagaimana secara cerdas guru dapat
mengakses, memahami dan menggunakan berbagai informasi yang berkaitan dengan
profesinya sebagai guru dan perkembangan peserta didik secara kekinian.
Diberlakukannya
kurikulum 2013 “edisi revisi”, untuk semua jenjang pendidikan dasar dan
menengah pada tahun pelajaran 2016-2017, ternyata disertai dengan terbitnya
Permendikbud nomor 21 tahun 2015 tentang pengembangan budi pekerti melalui Gerakan
Literasi Sekolah (GLS).
GLS
adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen dan seluruh
warga sekolah. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya diantaranya berupa
pembiasaan membaca perserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15
menit membaca sebelum pembelajaran dilaksanakan (guru dan peserta didik membaca
buku dengan nyaring atau dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau
target sekolah). GLS ini sudah disosialisasikan dan seharusnya sudah dapat diterapkan
oleh sekolah di seluruh Indonesia.
GLS
diluncurkan, salah satunya, untuk menjawab kualitas kemampuan membaca peserta
didik yang rendah berdasarkan hasil Progress
in International Reading Literacy Study (PIRLS) dan Programme for Interntional Student Assesment (PISA). Selain itu,
utamanya untuk menginternalisasikan nilai-nilai budi pekerti yaitu melalui isi
teks yang dibaca perserta didik.
Secara
umum GLS bertujuan untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui
pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam gerakan literasi
sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Secara
khusus GLS bertujuan untuk 1) menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan
menulis siswa di sekolah 2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekola
agar literat 3) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan
ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan 4) menjaga
keberlanjutan pembelajaran dengan menhadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi
berbagai strategi membaca.
Program
GLS ini perlu diapresiasi serta direalisasikan segera oleh seluruh elemen dan
warga sekolah. Sekolah dapat menerapkan GLS ini, melalui bebarapa tahapan
kegiatan yaitu tahap pembiasaaan, pengembangan dan pembelajaran.
Tahap
pembiasaan dapat dilakukan melalui kegiatan membagun ekosistem literasi sekolah
dengan fokus pada lingkungan fisik (Tersedia perpustakaan, area baca, sudut buku
kelas, meteri bacaan, akses internet 24 jam dsb). Juga melalui program 15 menit
membaca setiap hari sebelum jam
pelajaran, membaca nyaring (read aloud),
membaca dalam hati (sustained silent
reading) dan peta cerita (story
mapping).
Tahap
pengembangan dapat dilakukan jika tahap pembiasaan telah dilalui. Berupa
pengembangan ekosistem literasi sekolah yang mencakup lingkungan fisik, sosial
afektif dan akademik. Kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai,
ditingkatkan dengan menambah 2 jam pelajaran untuk melakukan kegiatan membaca
di perpustakaan sekolah.
Tahap
pembelajaran merupakan tahap akhir dari GLS. Dimana sekolah berupaya
melaksanakan berbagai strategi pemahaman teks dalam semua mata pelajaran dan
menggunakan beragam teks (cetak, visual, auditori) diluar buku teks pelajaran
sebagai sumber pembelajaran untuk memperkaya pengetahuan.
Setelah
tahap-tahapan ini dilaksanakan, sampailah pada pemaknaan literasi yang sesungghuhnya dalam konteks GLS, yaitu kemampuan
dalam mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara
cerdas.
Dalam konteks keguruan, seorang guru dituntut untuk menjadi teladan gerakan
literasi di sekolahnya. Sehingga guru mampu mengakses, memahami dan menggunakan
informasi secara cerdas.
Dengan
penyempurnaan kurikulum 2013, guru sebagai pembelajar harus dapat
mengejawantahkan segala potensi yang dimilikinya untuk senantiasa belajar dan
terus belajar. Bagaimana secara cerdas guru dapat mengakses, memahami dan
menggunakan berbagai informasi yang berkaitan dengan profesinya sebagai guru
dan perkembangan peserta didik secara kekinian.
Pada akhirnya
guru dapat menjadi teladan bagi peserta didik dan pelopor penggerak utama dalam
mewujudkan lingkungan sekolah yang literat.(rie/)***
Posting Komentar untuk "Guru Sebagai Penggerak Literasi di Sekolah"